Ragam Catatan Sejarah Pempek Wong Palembang


(bersambung)
Palembang – Aliran air  tenang, menyisir rumah-rumah rakit kayu dengan banyak kapal berlalu lalang menjadi anugerah. Sungai yang menyimpan sejuta sejarah peradabannya juga mewarisi ragam kuliner hingga meja makan wong Palembang. Sebut saja, salah satunya empek-empek, (baca : pempek). 
Sampai abad 20 ini, ragam tulisan sejarah makanan yang satu ini makin diperkaya terutama oleh ahli sejarah, hingga para pelaku bisnis pempek di Palembang.
Proses memasak pempek Palembang (tasmalinda)
Pada beberapa pekan lalu, budayawan sekaligus Ketua Dewan Kesenian Palembang Vebri Al-Lintani juga mengeluarkan pernyataan akan asal usul pempek yang dikuatkan dengan perkembangan kerajaan Sriwijaya. Dikatakan dia, makanan campuran ikan dan sagu akan sangat mungkin merupakan adaptasi dari makanan warga China, mirip seperti bakso ikan, kekian atau ngohyang. Sementara sejarah Sriwijaya, juga mencatat tepung sagu yang dahulunya rembi, juga lazim dibuat bagi atap pondok (rumah).
“Ada sejarah prasasti Talang Tuo di akhir abad 7, sagu sudah ditanam saat raja Sriwijaya, Dapuntahyang Srijayanasa. Selain sagu, ada aren dan buah lainnya. Sagu dipergunakan untuk membuat makanan,”ungkapnya saat mengisi diskusi budaya di malam Pendestrian Sudirman.
Saat ditelusuri di internet, sejarah mengenai pempek telah dicatat wikipedia. Literasinya dinyakini bersumber dari saduran buku berjudul kumpulan cerita rakyat Palembang, Asal Mula Pempek yang diterbitkan di Jakarta, 2009. Isi ceritanya mengatakan jika pempek merupakan makanan yang dikenalkan saat perantau China masuk ke Palembang sekitar abad 16, atau saat Sultan Mahmud Badaruddin II yang berkuasa di kesultanana Palembang-Darussalam. Saat itu, pempek berasal dari kata “apek” yang merupakan sebutan (panggilan) laki-laki berusia tua keturunan China menjual makanan. Karena yang dikenal ialah sebutan pedagangnya, maka makanan yang didagangkan dinamai pek-pek. Dengan logat warga Palembang, maka panggilan itu mendekati kata pempek.
“Makananya seperti olahan ikan dan sagu, mirip bakso ikan. Bahan dasarnya, ikan dan sagu,”ujar Vebri.
Sejarah mengenai pempek Palembang makin beragam. Meski belum dikuatkan dalam urutan waktunya, tulisan mengenai sejarah pempek makin banyak ditemukan. Dalam tulisan T Wakee HZ dalam catatan yang pernah dipublikasikan dalam buletin Spektrum edisi LKBN Antara, halaman 171-172, kata pempek malah berasal dari proses pembuatannya. Saat itupula, sempat dibuat semacam sayembara menemukan asal mula nama pempek, namun hasilnya tidak diketahui. 
Dalam tulisanya, penulis mengoreksi kata pempek merupakan perpaduan budaya China-Palembang. Mengigat bahan baku dan jenis ikan yang digunakan sangat lokalistik,yakni ikan belida dan bukan dari China. T Wakee HZ menulis beberapa pendapat yang muncul mengenai nama empek-empek yang berasal dari kata tempel.  Hal ini karena proses pembuatan pempek, ditempel-tempel. Biasanya, makanan demikian ditambah dengan huruf P, seperti halnya tempe, rempeyek, pepes dan makanan lainnya. Pendapat ini, mungkin juga bisa diterima sehingga muncul kata pempek-pempek.
Pendapat lain yang mungkin juga diterima, kata penulis, yakni kata pek-pek. Kata ini menyatakan bunyi yang timbul akibat adanya gesekan landasan (gepeng). Adonan pempek yang berasal dari ikan dan sagu membutuhkan kekuatan tenaga si pembuat untuk menyatukannya. Kadang adonan harus dipipihkan atau digepengkan (tempek) guna memastikan adonan teraduk rata.
Setelah rata, kemudian adonan dipipihkan (ditempel-tempel) yang menurut lidah orang Palembang, yakni pek-pek. Buktinya, ada nama kuliner sejenis yang menjadi senyawa adonan, seperti pempek pisang, pempek gendum, dan pempek ubi.
Proses pembuatan pempek Palembang (tasmalinda)
Terdapat pendapat lain yang ditulis, menyatakan jika pempek itu bernama kelesan kerupuk. Kelesan berasal dari adonan ikan dan sagu yang dipipihkan kemudian digerus dengan lempengan kuningan atau kulit kelapa yang sudah dilubangi menghasilkan adonan senyawa berbentuk tali panjang. Kemudian, adonan ini dibulatkan sehingga sehingga mirip uang gobang di zaman Belanda atau berbentuk seperti pempek mie (pempek keriting) atau lebih dikenal dengan kempelang peser.  
Pendapat ini  dikuatkan dengan keterangan RHM Akib di tahun 1980, dimana sekitar tahun 1916 an di Kampung Keraton yang sekarang di bilangan Masjid Agung dan Masjid Lama ada penjual yang setiap hari menbawa jualannya. Makanan dibuat dengan cara detail (teliti) sekali dan terjual laris. Kata kelesan dipengaruhi oleh corak dan cara memasaknya yang dibagi dalam kelasan kerupuk, kelesan lenggang, dan kelesan senggol. Kenapa disebut kelesan, karena makanan ini dikeles  artinya dipipihkan atau bisa tahan disimpan lama. Tapi jika pempek disebut kelasan, maka catatan historisnya masih harus disempurnakan.

.... 
(dirangkum dari berbagai sumber)..

Komentar

Postingan Populer