Langsung ke konten utama
Putri Kembang Dadar Sang Pendamai
Dongeng Rakyat PalembangTasmalindaPerang
kian berkecamuk. Sebelum dikuasai kerajaan Sriwijaya yang tersohor di abad 7 Masehi,
Palembang dan sekitarnya sudah tumbuh beberapa kerajaan kecil. Konon perselisihan dua kerajaan ini sudah
berlangsung lama. Keduanya ingin saling menguasai wilayah. Perang sudah
berlangsung dari satu generasi ke generasi raja lainnya.Kerajaan
yang menguasai hulu Sungai Musi, dipimpin Raja Gading. Raja berparas tanpan dan
berusia muda ini sangat karismatik. Ia memiliki strategi memimpin kerajaan dan
membuat siasat perang yang tangguh. Hal itulah, yang membuat raja-raja lainnnya
menaruh segan saat bertemu Raja Gading.
Dua kerajaan yang berdekatan dengan Kerajaan Hulu juga sudah berhasil direbut
saat Raja Gading memimpin perang.Sementara
di seberang hilir Sungai Musi, dikuasai Raja Ambor. Raja ini lebih lama
memimpin kerajaan dibandingkan Raja Gading. Perperangan keduanya kerajaan ini,
telah melibatkan empat generasi sebelum dua raja ini memimpin. Raja Ambor sudah
menikah, ia memiliki satu orang putri nan cantik jelita. Meski perempuan, putri
Raja Ambor sangat pintar. Ia banyak menimbah ilmu dari sang ayah, Raja Ambor,
termasuk memimpin kerajaan dan strategi berperang. Putri yang tumbuh dengan
didikan sang raja inipun juga belajar bagaimana bersenjata dan beladiri. Ia
tumbuh jadi putri nan cantik, pintar, dan memiliki banyak pengetahuan strategi
perang.Saat
Sungai Musi dan riak anak-anak sungai kokoh membelah dua wilayah kerajaan ini,
dua kerajaan makin sering berperang. Kerajaan Hulu yang dipimpin raja berusia muda
ini lebih banyak menyerang Kerajaan Hilir. Bahkan Raja Gading mengharuskan
pasukan terluarnya untuk rutin memonitor Kerajaan Hilir. Ia membentuk pasukan
kapal di sepanjang Sungai Musi untuk memantau wilayah musuhnya. Pasukan kapal
ini hilir mudik setiap waktu tertentu hanya untuk memastikan perkembangan
wilayah di hilir. Beberapa pintu masuk Kerajaan Hulu juga dijaga ketat pasukan
khusus. Masyarakat di dua kerajaan memang bebas untuk keluar masuk di batas
terluar, namun masih sering juga terjadi perang dadakan. Batas terluar yang
berada di bibir Sungai Musi menjadi wilayah yang paling pertama dipertahankan
mati-matian oleh setiap pasukan kerajaan.“Jangan
pernah lengah, pasukan harus siap berperang kapan saja,”ucap Raja Gading tegas
kepada barisan pasukan terluarnya saat meminotor setiap minggunya.Raja
Gading yang memang cekatan memimpin pasukan, selalu menanamkan nilai disiplin
dan patuh terhadap raja. Raja Gading merupakan anak satu-satunya dari Raja
Badri. Sang ayah Raja Gading, Raja Badri meninggalkan wasiat agar tidak boleh
satu kepal tanah di Kerajaan Hulu dapat dikuasai oleh raja lain. Masyarakat
Kerajaan Hulu mayoritas percaya jika Raja Gading merupakan putra terbaik
kerajaan. Meski muda, Raja Gading sangat dihormati. Para sesepuh kerajaan yang
juga merupakan penasehat Raja Badri juga mempercayai jika Raja Gading telah
menguasai banyak bekal dari pengalaman sang ayah. Di usia 31, Raja Gading belum
memutuskan untuk menikah. Ia pernah berjanji pada sang ayahnya sebelum wafat,
untuk memilih pendamping yang benar-benar dapat mengabdi pada kerajaan.
Sehingga akan sama besarnya, kecintaan kepada istri dan tanah air kerajaan.Kerajaan
Hilir yang sudah menjadi musuh turun temurun terus diawasi setiap waktu dari riak
aliran sungai. Aktivitas beriringan kapal di sepanjang Sungai Musi yang sudah
menjadi strategi dari Kerajaan Hulu, dikenal dengan nama kapal bidar. Iringan
kapal bidar inilah yang akhirnya menjadi tradisi setiap 17 Agustus-an warga
Palembang hingga saat ini.Namun
lambat laut, Raja Ambor terusik. Merasa kenyamanan wilayah terluarnya terus
diawai, ia mempersiapkan serangan perang khusus, yakni perang saat subuh hari.
Perang saat ayam belum berkokok, dan bulan baru hendak pulang ke peraduan.
Alasanya, waktu demikian merupakan aktivitas kapal bidar mulai senyap.Malam
itu, saat bulan purnama setengah bersinar, Raja Ambor memerintahkan beberapa
panglimannya berkumpul. Tentu, panglima yang dipercaya untuk menyusun strategi
perang tadi. Raja berkata, “Harus ada penyerangan yang disusun rapi, cepat dan
tidak gegabah,”ujarnya tegas.Panglima
Im, seorang panglima perang devisi III dan duduk tepat di dua kursi sebelah kanan raja mengatakan jika
perang diadakan malam hingga subuh, maka pasukan Kerajaan Hilir akan menang.
“Kita memang harus cuba strategi yang ditawarkan raja,”katanya dengan
kenyakinan.Jumlah
pasukan Kerajaan Hilir yang tidak sebanding dengan Kerajaan Hulu, menjadi kerap
menjadi kendala. Apalagi, wilayah Kerajaan Hilir lebih luas dibandingkan musuh
bebuyutannya, Kerajaan Hulu. Kerajaan Hilir membutuhkan banyak pasukan untuk
menjaga wilayah dan penduduknya. Karena itu, Raja Ambor optimis memilih
serangan mengendap untuk mematikan pasukan terluar kerajaan hulu. Siasat ini
memang belum pernah dicuba. Biasanya perang berkecamuk di tanah terluar atau di
atas derasnnya Sungai Musi.Perang
Dimulai..Setelah
malam ketiga dari pertemuan tertutup itu, sinar bulan masih setengah bulan
purnama. Namun, tekad dan hasrat dari pasukan
Hilir sudah penuh. Ratusan pasukan Kerajaan Hilir yang dibagi dalam tiga
keberangkatan lebih memilih menggunakan perahu-perahu kecil untuk menuju
wilayah Kerajaan Hulu. Mereka mengarungi derasnya ombak air Sungai Musi. Malam
itu berarti pasang air Sungai mulai tinggi.Puluhan
perahu disiapkan untuk menembus lokasi lenggah di Kerajaan hulu. Meski
menggunakan perahu kecil, pasukan melengkapi diri dengan senjata. Pasukan
pertama lebih dahulu berangkat. Setelah memastikan riak air sungai dari pasukan
pertama mulai hilang, baru kemudian pasukan kedua berlayar. Sedangkan pasukan
pertama memang tidak bisa langsung berlabuh. Strateginya adalah, serangan baru
akan dimulai setelah seluruh bala tentara sampai di buritan darat Kerajaan
Hulu.Lokasi
lengah Kerajaan Hulu ini amat gelap, banyak ditutupi tanaman rawa Sungai Musi
dan hutan bakau. Saat ketinggian air Sungai Musi yang mulai pasang, lumpur
sungai juga akan naik. Sesuai dengan
strategi yang telah disusun Panglima Im, serangan dilakukan sekaligus saat
pasukan telah mendarat seluruhnya. Setelah pasukan berhasil masuk dalam daratan
Kerajaan Hulu, ternyata kondisi berbalik.Seolah
keberuntungan bukan milik Kerajaan Hilir, sialnya malam itu. Pasukan Kerajaan
Hilir terkepung. Setelah pasukan berhasil menerobos daratan, ternyata gerak
geriknya telah diketahui oleh pasukan lawan.Sebenarnya,
perkampungan yang menjadi wilayah lengah itu telah kosong penduduk. Digantikan
oleh ratusan prajurit dari Kerajaan Hulu.Tanpa
perlu berstrategi lagi, pasukan Kerajaan Hulu menyerang. Ternyata, perkampungan
itupun sudah dikondisikan sedari tengah malam. Pasukan tidak hanya berdiam di
dalam kampung. Pasukan lainnya, juga bersiap di lapisan wilayah luar. Mereka
juga dalam posisi siap untuk menyerang. Di radius lainnya, pasukan hulu juga
menyerang dengan senjata mariam bola api. Serangan bertubi-tubi dari pasukan
hulu, meluluh lantakkan pasukan Kerajaan Hilir.Kampung
masyarakat nelayan dipinggir Sungai Musi itu menyala. Nampak lautan api
menerangi serangan kepada pasukan hilir. Posisi pasukan hilir terhimpit,
kapal-kapal yang meraka gunakan tidak luput dibakar oleh musuh. Sontak perang
dalam kondisi tidak seimbang itu, telak membuat pasukan hilir tidak bisa banyak
berdaya. Mereka diserang, dibunuh, ditawan dan ditahan sebagai tahanan perang. Sebagian
besar pasukan terluka, hanya sebagian kecil yang berhasil melarikan diri ke
sungai untuk kembali ke kerajaan, termasuk Pangeran Im.“Mundur..
Pasukan selamatkan diri kalian ke arah Sungai. Kekuatan tidak seimbang,”teriak
Panglima Im beberapa kali.Kabar
kekelahan inipun sampai ke telinga Raja Ambor. Tak ingin membuang waktu lama,
sang raja menggelar rapat kembali. Kali ini, pertemuannya mendadak dan lebih
terbuka. Seluruh Panglima Kerajaan Hilir diundang. Mereka mempersiapkan diri
untuk membahas kondisi kerajaan terkini, yakni kalah telak dalam serangan peran.
Pangeran Im dalam kondisi terluka berat pun hadir.“Maaf,
beribu ampun Raja.. Semua kejadian ini di luar dugaan, pasukan diserang cepat
oleh pasukan lawan. Kita gagal, pasukan banyak yang ditawan dan hanya beberapa
berhasil menyelamatkan diri. Strategi kita salah dan kalah, tuanku Raja ampuni
hamba,”ujar Panglima Im melaporkan kekalahan pasukannnya pada sang raja Ambor.Pertemuan
yang berlangsung di pagi hari itupun tidak seperti biasanya. Para panglima yang
hadir juga tidak berbicara banyak. Kekalahan perang di malam wage sesuai
penanggalan Jawa itupun berimbas luas bagi kerajaan. Banyak pasukan ditawan
membuat beberapa pos penjagaan wilayah kosong dan kondisi tersebut berbahaya. Serangan
senyap yang telah disusun itu, gagal total. Raja Ambor gelisah, dan masyarakat
risau. Pertemuan dadakan terasa muram. Raja Ambor nampak kehilangan langkah.Sang
Raja berkata,”Apa yang sebaiknya kita lakukan. Haruskah kita membuat serangan
lagi agar kerajaan hulu tahu bagaimana rasanya kalah perang,”tanyanya meninggi.Ruang
pertemuan yang luas dan terbuka pun makin sunyi. Biasanya pada pagi hari, raja
bersama dengan keluarganya menggelar minum kopi bersama. Namun, kebiasaan itu
berubah menjadi pertemuan dadakan nan menjadi perhatian banyak penghuni ruang
utama kerajaan. Kerajaan Hulu lebih berduka, lebih tepatnya. Banyak panglima
nampak gugup berdiri. Sebagian menundukkan kepala sebagai rasa malu karena tidak
berhasil melumpuhkan lawan. Tidak mampu memberikan yang terbaik bagi rajanya.“Sebaiknya,
kita menyusun siasat lain. Perang tadi malam, membuat bala pasukan banyak
terluka, senjata berkurang juga perahu. Kita butuh waktu mempersiapkan serangan
balasan,”ujar Panglima Salako, yang sudah lama menjadi penasehat raja bidang
pemerintahan.“Sembari
memperbaiki pasukan, apa yang kita lakukan,”tanya Raja kembali meninggi.Ruang
pertemuan kembali hening beberapa saat.Untuk
pertama kalinya, sang putri Raja Ambor mengikuti pertemuan kali ini. Wajah
cantiknya juga berubah menjad sedih. Meski demikian, ia masih lantang berkata
di hadapan para Panglima, “Raja, ampunin anakmu ini. Aku ingin berbakti pada
kerajaan. Izinkan ikut menyelesaikan kondisi ini,”kata sang Putri.Kalimat
inipun direspon dingin oleh sang Raja Ambor yang sedang gusar. Ia hanya
berkata,”Lakukan yang terbaik untuk kerajaanmu,”ujar Raja menasehi sang anaknya
yang sebenarnya kalimat itupun dimuntahkan untuk para panglima dan pasukannya.Pertemuan
ditutup dengan kesimpulan, agar para panglima segera memantapkan pasukan baru.
Mendidik para anak muda di Kerajaan
Hilir untuk berlatih perang. Selain itu, membagi pasukan inti untuk menduduki
pos pengamanan yang kosong, sembari ikut dalam pemantapan pasukan baru.Belumlah
lama matahari berganti sang bulan dan suara hening pemukiman raja makin
terdengar, menjelang malam putri dengan dandanan dan baju sederhana diam-diam
meninggalkan kerajaan.Ia
menyamar menjadi penjual sayur dan bersiap menuju Kerajaan Hulu. Tegah malam, ia mengarungi sungai dengan
perahu sampan berisi sayur-mayur. Ia menuju ke kerajaan seberang, Kerajaan Hulu.
Tapi ternyata sang putri tidak benar-benar sendirian, ia masih dalam pengawasan
seorang penjaga yang sedari usai rapat itu, diperintahkan raja Ambor untuk
mematau sang putri kesanyangannya tersebut.Perjalanan
sampan kecil itupun berlangsung cukup lama dan jauh. Posisi kerajaan yang
saling berhadapan dan hanya dipisahkan aliran Sungai Musi, membuat dua kerajaan
menetapkan pintu masuk dengan arah dan lokasi berbeda. Pintu masuk Kerajaan Hulu
berada di perbatasan Muara Sungai di sebelah tenggara kerajaan, sementara pintu
masuk kerajaan Hilir berada di sebelah barat sungai, tepatnya di muara sungai
dan laut yang saat ini dikenal dengan Selat Bangka.Itu
kenapa, putri baru bisa berada di tanah kerajaan hulu tepat di pagi hari. Saat
ayam telah berkokok dan kapal-kapal kecil mulai ramai merapat ke dermaga. Dengan
penyamarannya yang lengkap, ia menurunkan sayur mayur yang dibawanya. Meski
perang pada dua kerajaan itu telah lama terjadi, ternyata tidak cukup
berpengaruh pada aktivitas perdagangan. Banyak juga masyarakat di hilir yang
berjualan di pinggir sungai Kerajaan Hulu. Meski berada di bibir sungai,
aktivitas pasar apung itu cukup ramai.Pasar
itupun sudah lama tercipta. Konon, pasar itu merupakan pusat transit pedagang
dari luar Palembang. Sungai Musi sebagai sungai terpanjang di belahan Pulau
Sumatera bagian selatan itu, menjadi sarana transportasi yang membuka akses
hingga ke tanah Tiongkok.Di
saat pelayarannnya, pedagang sering bersinggah untuk beberapa waktu di jalur
tersebut. Tentu dengan membayar sejumlah upeti sebagai pajak dan sewa tanah
kepada kerajaan karena menginapkan barang dan kapal mereka. Lokasi transit
kapal-kapal luar itu, akhirnya berkembang menjadi sebuah pasar apung. Dinamakan
pasar apung, karena sebagian besar aktivitas perdagangan dilakukan diatas
kapal. Karena sudah terbentuk pasar, akhiratnya
banyak masyarakat mencari seluruh kebutuhan yang diinginkan, baik untuk dipakai
sendiri oleh keluarga atau dijual kembali kepada masyarakat di daratan.Beruntungnya,
pagi yang setengah mendung itu memang didatangi sang raja. Raja Gading dengan menggunakan kuda menuju ke
pasar yang berada di titik terluar kerajaannya tersebut. Apalagi memang, ia
memiliki kebiasaan mamantau kondisi pasar di pintu masuk itu yang berfungsi
sebagai akses utama masyarakatnya. Ia juga memilih pasukan khusus untuk
mengamankan pasar tersebut. Bukan yang sangat berotot, namun yang pintar
mambaca kondisi pasar.Belum
lama turun dari kuda, dan berjalan ke arah dermaga pangeran langsung terpana saat
melihat sang putri. Wajar saja. Meski berdandan sederhana, dan berbusana ala
perempuan pedagang sayur, kecantikan wajah putri sulit ditutupin. Kulitnya yang
kuning langsat bersih dan rambutnya panjang yang indah, membuat pedagang
lainnya juga terkesima.“Siapa
dia itu. Bawa wanita itu ke Kekerajaan, sekarang juga bersama kita,”perintah
Raja Gading tegas pada salah satu pasukannnya sambil menunjuk ke arah putri.Baru
kali ini, Raja Gading tersentuh hati dan nampak gugup. Ia sebenarnya penasaran,
mengenai sosok putri penjual sayur itu.Sekejap.
Putri dipaksa ikut bersama iring-iringan raja. Siang itupun, para dayang
diperintahkan Raja Gading mendadani sang putri. Dayang-dayang juga sontak
terkejut, karena sang putri yang disebut-sebut sebagai pedagang sayur memang
sudah cantik. Saat diberi pakaian baju kurung keemasan, dan hiasan perempuan melayu
lainnya, putri nampak makin cantik. Pesona kecantikannnya, membuat dayang-dayang
terkesima dan berdecak memuji. Sang putripun hanya menuruti, keinginan raja.“Biar
tidak apa-apa. Ini juga bagian dari penyamaran,”ucap sang putri dalam hatinya
usai didandani para dayang.Siang
itupula, Raja Gading memanggil seluruh panglima dan para pasukan terpilih untuk
berkumpul. Kali ini, pembahasannya bukan mengenai kemenangan perang beberapa
waktu lalu.Saat
pertemuan dimulai, nampak raja amat sangat bersemangat. Ia malah sudah memilih
busana khusus, agar nampak lebih gagah. Ibunda Raja Gading, Putri Bayat juga
senang melihat perubahan pada anak semata wayangnya tersebut. Raja Gading
nampak sangat berbahagia. Ia menyampaikan keinginan untuk menikahi gadis
pilihannya, pada sang ibu.Dalam
pertemuan itupun, ia mengatakan dengan tegas akan segera menggelar pernikahan
bersama sang putri. Putri itu dinamainya bernama Putri Kembang Dadar. “Perang
sudah kita menangkan. Sebentar lagi, kita akan menguasai kerajaan hilir.
Sebelum itu, aku ingin menikah. Aku sudah bertemu dengan wanita cantik dan akan
segera menikahinya,”ungkapnya merona.Beberapa
saat kemudian, putri dan dayang-dayang pun datang di hadapan raja. Sang raja
makin terkesima dengan putri yang makin sudah didandan dan memang nampak sangat
cantik. Sang putri pun jadi pusat perhatian mata seisi kerajaan. Ibunda raja
juga nampak terkesima dan menaruh setuju, jika anaknya menikahi sang putri.“Aku,
Raja Gading, sepenuh hati ingin menikahi Putri Kembang Dadar,” ujar Raja kepada
putri.Mengetahui
dan merasa penyamarannya berhasil, sang putri langsung menerima lamaran itu. Ia
berfikir, jika sang Raja sama sekali tidak mengetahui identitas dirinya, dan
akan memenuhi keinginan sang putri jika sudah menjadi istrinya. Putri pun
menjawab dengan mengajukan syarat,“Ampun
Raja, Aku manalah pantas bersanding dengan seorang raja maha besar. Raja yang
sudah memenangkan banyak perperangan. Aku bersedia saja, menerima raja namun
dengan syarat. Syarat itupun akan dikatakan setelah kita menikah,”ujarnya
dengan cukup lantang.Raja
Gading sebenarnya tidak mempercayai sepenuhnya, jika wanita yang akan
dinikahinya yang ditemuinya di pasar dan berjualan sayur itu, adalah rakyat
biasa. Dengan rasa penasaran dan rasa cinta yang tinggi, Raja Gading langsung
meniyakan keinginan putri.“Manalah
mungkin perempuan cantik, dengan kulit tubuh terawat dan rambut panjang nan hitam
mengkilat, seorang pedagang sayur. Dari penampakan tubuh mungkin bisa ditipu,
tapi dari gerak gerik dan ucapan yang dilontarkan, ia bukan wanita biasa. Ia
pasti memiliki keinginan sampai harus,”ungkap Raja Gading bergumam dengan hati
kecilnya dengan tetap memperhatikan calon istrinya itu.Beberapa
hari kemudian, tepatnya saat pasang air Sungai Musi makin meninggi pesta
pernikahan digelar. Saat itupun, banyak masyarakat nelayan yang tidak melaut.
Mereka mempersiapkan pernikahan terbesar di kerajaannnya tersebut. Raja Gading
menggelar syukuran bersama rakyatnya hingga tujuh hari tujuh malam. Pestanya
besar, ramai dan sangat meriah. Budaya
menikah saat tidak bisa melaut dan digelar dalam pesta berhari-hari inipun masih bisa ditemui di sejumlah
masyarakat yang menjadi tokoh masyarakat Sungsang, yakni kawasan pinggiran
Sungai Musi yang secara adminitrasi pemerintahan sudah berada di kabupaten
Banyuasin.Raja
Gading amat berbahagia. Pesta adat digelar di kampung-kampung oleh masyarakat.
Raja diarak bersama Putri mengelilingi kampung. Pesta digelar dengan makanan
khas, baik itu makanan olahan ikan dan udang lainnya. Pesta yang dilakukan
berhari-hari itu juga menghadirkan kue legit dan manis yang dibuat masyarakat.
Pesta terus berlanjut, hingga sang Raja Gading terlupa dengan niatan perangnya.
Kapal-kapal bidar yang biasanya digunakan untuk memonotir musuh, malah menjadi
lokasi pesta. Para awak kapal makin menikmati hari kebahagian sang Raja setiap harinya.“Hentikan
dulu perang,aku sedang berbahagia. Jangan ada pertumpahan darah di kerajaan ini,
aku ingin semua pasukan turut bersuka,”ujar raja di hadapan ribuan pasukannnya.Pernikahan
ini ternyata sudah membuat Raja Gading berubah. Sang Putri Kembang Dadar yang
mendengar ucapan suaminnya itu turut berbangga. Ia makin berbahagia. Tanpa
harus mengatakan langsung, Putri telah mendapatkan keinginan yang
diharapkannnya dari sang Raja, yang sekarang sudah berstatus suaminya itu.Kebahagian
inipun berlangsung tidak hanya tujuh hari. Setelah menikah, Raja Gading lebih
memilih untuk fokus membantu rakyatnya, meningkatkan kesejahteraan. Raja Gading
tetap memerintahkan menggelar latihan perang dan memperbanyak senjata, namun
hanya untuk strategi bertahan. “Perang membuat rakyat aku akan makin
susah,”ujarnya pada Putri.Cerita
mengenai perubahan sikap inipun, sampai ke telinga Raja Ambor. Dari petugas
yang ditunjuknya, ia pun mengetahui jika Raja Gading telah menikah dengan
anaknya.Tidak
ingin menunggu lama. Saat air sungai Musi masih pasang tinggi, Raja Ambor
menyuruh petugas itu menemui Putri Kembang Dadar. Ia menitipkan pesan, agar
Putri segera menemui ayahnya di Kerajaan Hilir.“Ampun
tuan putri, Aku diperintahkan Raja untuk mengajak kembali ke Kerajaan Hilir.
Raja menunggu kehadiran sang Putri,”ujar petugas itu sesaat setelah berhasil masuk
secara diam-diam ke dapur yang dikhususkan bagi sang Putri.Sang
Putri langsung menjawab, “Aku akan datang langsung malam ini, tolong siapkan
perahu di pintu masuk kerajaan,”ujarnya kepada petugas memberikan instruksi.Setelah
makan malam, Putri menghadap sang Raja, suaminya. Ia mengatakan, menginginkan
agar sang Raja Gading memenuhi keinginannnya seperti yang menjadi syarat dalam
pernikahan mereka.“Baginda
Raja, sudah tiba saatnya aku meminta keinginan yang menjadi syarat aku sebelum
menikah. Berikan hamba kesempatan untuk jujur dan lalu menemui orang tua hamba
barang sejenak malam,”ungkap putri penuh pengharapan.Raja
Gading yang sudah sangat cinta pada istrinya itu mengatakan, “Apapun kejujuran
dan keinginanmu aku sanggupi. Siapapun kamu, aku terima. Karena aku tahu, jika
kamu bukan wanita biasa. Kamu berbeda, kamu terpelajar dan kamu bukan rakyat
biasa,”ungkap raja datar.Tanpa
ada jedah atas pernyataan sang suaminya, putri langsung berkata, “Izinkan aku
malam ini bertemu dengan ayahku, Raja Ambor. Izinkan aku berangkat sendiri,
tanpa Raja,”ujarnya lantang namun penuh harap.Putri
melanjutkan keinginannya pada suaminya, “Izinkan aku bertemu hingga siang hari
besok, dan aku berjanji akan kembali sebagai pengabdianku pada Kerajaan Hulu
dan suami,”pinta sang Putri.Mendengar
semua ini, Raja Gading hanya tertegun. Tidak bisa berkata banyak. Ia sudah
terlalu cinta. Termasuk, cinta akan rasa damai yang disebar sang putri pada
dirinya. Cinta bagaimana memperlakukan rakyat. Merasakan gelisahan pasukan dan
rakyat jika terus berperang. Raja Gading percaya, istrinya akan menepati
janjinya segera.Tidak
ingin menunggu lama, Putri pun menemui sang ayahnya. Menaiki perahu yang biasa,
tidak sebanding dengan statusnya seorang istri raja. Ia bersama beberapa
petugas yang diperintahkan Raja Gading mengarungi derasnya pasang air musi.
Sungai Musi sedang pasang rendah saat itu. Pasang dan bulan mendekati purnama mengakibatkan
ombak sungai masih terasa tinggi. Sungai
Musi memiliki siklus pasang dan surut, saat kemarau atau musim hujan. Meski
demikian, Sungai Musi yang sudah memisahkan letak geografis dua kerajaan
bertikai itu, menjadi sumber kehidupan masyarakatnya.Kerajaan
Hulu yang dominan banyak lahan lebih kering, memanfaatkan Sungai Musi sebagai sarana
air bagi pertanian mereka. Sistem menanam padi rawa saat air pasang dan memanen
saat musim kemarau, menjadi rutinitas dari petani di Kerajaan Hulu. Hasil
pertanian inilah yang menghidupi masyarakat di bagian hulu. Hasil panen juga
sering dijual pada masyarakat hilir Sungai Musi. Berbeda dibandingkan dengan
kerajaan hilir. Posisi geografis yang lebih tinggi, tidak membuat masyarakat
hilir leluasa bertanam padi rawa. Kerena itu, masyarakatnya membuat padi
irigasi yang dialiri air dari sistem pengelolaan air sungai. Sehingga padi yang
dihasilkan berjenis padi darat. Hasil bumi inilah yang dipergunakan sebagai
pangan masyarakat. Tidak hanya padi, Sungai Musi juga memberikan anugrah
protein berupa ikan yang berlimpah. Setiap alirannnya, sungai ini penuh banyak
jenis ikan. Tanpa harus kerja berat, masyarakat pesisir di Sungai Musi bisa
hidup berkecukupan dengan hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan. Itu kenapa,
kerajaan lebih mengharuskan masyarakat belajar, terutama belajar strategi
perang. Agar kemudian, masyarakat mampu pertahanan wilayah dan menjadi kerajaan
kuat dan tidak mudah dikuasi oleh lainnya.Setibanya
di Kerajaan Ulu yang menjadi tanah kelahirannya, sang Putri langsung disambut
dengan amarah. Raja Ambor tidak terima jika sang putri malah menikah dengan
musuh lama kerajaannnya. Raja Ambor juga merasa bersalah, karena membiarkan
sang putri turut menyelesaikan masalah kerajaannnya. Ia meminta putri, tetap
tinggal di Kerajaan Hilir dan meninggalkan pernikahannnya.“Wahai
anakku. Mengapa harus menikah dengan raja yang tidak lain, adalah lawan
kerajaan kita. Selain kehilangan pasukan, aku juga harus kehilangan harta
terbesar berupa anakku, ”ungkap Raja Ambor penuh kesal.Dengan
tenang putri menjawab, “Ayah, ampuni hamba. Akupun tidak ingin kehilangan ayah.
Aku ingin kerajaan dapat hidup damai, dapat hidup tanpa perang. Ada baiknya,
perang dihentikan, agar tidak lagi ada ayah yang kehilangan putrinya. Putri
kehilangan ayahnya,”ungkap sang putri lirih.Putri
pun mengatakan, jika sang ayah masih tidak berkeinginan menghentikan
pertikaian, maka putri ingin membagi tubuhnya. Satu tubuh dari kepala hingga
pinggang, harus dimakamkan untuk Kerajaan Hulu sebagai kerajaan suaminya dan sisa bagian
tubuh lainnya, dari pinggang hingga kaki untuk Kerajaan Hilir sebagai kerajaan
dimana ia dilahirkan.Putri
yang saat itupun membawa sebilah pisau langsung meminta ayah untuk membunuhnya.
“Perang akan membuat makin banyak orang terbunuh, kehilangan, dan bersedih.
Cukup ayah belah tubuhku agar adil bagi dua kerajaanku,”ujarnya.Perang
bertahun-tahun membuat masyarakat tidak aman. Masyarakat biasa berhak menikmati
kemerdekaan untuk menentukan hidupnya, meski pilihannya untuk tidak ikut
berperang. Perang juga mengakibatkan anak-anak terbiasa dengan dendam, membunuh
dan kehilangan anggota keluargannya. “Beberapa kali kerajaan kita menang, tapi
banyak juga pasukan kita yang tewas dan menjadi tawanan Kerajaan Hulu,”sambung
putri.Perlu
kirannya, kata Putri Kembang Dadar, kehidupan masyarakat di Kerajaan Hilir mendapatkan
yang lebih baik dari Kerajaan di Hulu. Kerajaan Hulu juga sudah menghentikan
niatan menyerang mereka. “Kerajaan Hulu tidak ingin menyerang, namun siap jika
diserang,”kata putri menirukan ucapan suaminnya saat dihadapan pasukannnya.Kehidupan
damai tanpa perang akan membuat masyarakat menjadi lebih mudah berkembang.
Masyarakat dapat hidup damai berdampingan dan saling bahu-membahu untuk
memenuhi kebutuhannnya. “Hendaknya, ayah penuhi keinginan anakmu atau ayah juga
benar-benar kehilangan anak satu-satuya,”ujar Putri penuh lirih.Wajar
nan amarah itu berangsur-angsur padam. Raja Ambor nampak terduduk lemas. Ia
berfikir keras akan keputusan yang satu ini. Sesekali ia mengingat, begitu
banyak pasukannnya yang sudah tewas mempertahankan tanah kerajaan. Banyak
muka-muka anak kecil kehilangan ayah yang tewas di laga perang. Sang perempuan
harus memenuhi kebutuhan hidup sendiri, karena sang suami harus berperang. Raja
Ambor yang sudah memasuki usia 65 tahun ini, melemah. Ia melihat wajah cantik
putrinya yang nampak sangat merona. Seolah, ia bisa menangkap wajah bahagia di
pelipis muka sang putri. Ia merasakan kebijaksanaan pemimpin muda. Calon
pemimpin Kerajaan Hilir nantinya.“Anakku,
engkau dibesarkan dan akhirnya memberikan bakti pada kerajaan. Engkau berhasil
menyelesaikan masalah kerajaan. Engkau pula membawa damai, jadilah engkau sang
pendamai kerajaan ini,”ucap raja penuh bangga.Sejak
saat itulah, dua kerajaan tidak lagi berperang. Patroli di bagian sungai
berubah menjadi akses penyambung antar dua kerajaan untuk menyalurkan kebutuhan
masyarakatnya. Kedua kerajaan hidup damai berdampingan. Tanpa perang, tanpa
serangan. Kedua masyarakat membaur dengan damai. Raja Gading tetap memimpin
Kerajaan di hulu sungai Musi dan Raja Ambor memerintah di bagian hilir.
Keduannya malah bersepakat membangun jembatan penghubung antara kerajaan hulu
dan kerajaan hilir. Jembatan inilah menjadi cikal bakal bangunan Jembatan
Ampera saat ini. Yakni sebuah jembatan yang menghubungkan dua kawasan di kota
Palembang. Jembatan ini menjadi icon kota dan sempat diberi nama Jembatan
Soekarno, usai perang melawan Jepang yang juga dinilai memiliki nilai
perdamaian dan persatuan.Cerita ini merupakan cerita
rakyat Palembang berjudul Putri Kembang Dadar. Penulis melakukan penambahan dan
inprovisasi cerita. Kisah ini melegenda di Palembang.
tulisannya keren,, sayang size tulisannya terlalu kecil, jadi saya bacanya sedikit kesulitan, faktor umur kali yaak,,hehehe
BalasHapussalam semangat,, :)
makasih mbak yaaa,, atas waktu membacannya.. semoga bermanfaat... :)
BalasHapusBagus ceritanya tasma
BalasHapusMohon ijin sy sampaikan cerita ini didepan anak anak. Terimakasih
BalasHapus