Uji Kebolehan BaristaTasmalinda
Kopi Semendo, kopi Pagar Alam, serta kopi asal daerah Sumsel lainnya memiliki karakteristik masing-masing. Dominan kopi Sumsel memang berkarakter keras. Itu kenapa, sebagian maniak kopi di negara Eropa, menyebut kopi Sumsel dengan sebutan the killer's Coffee, atau dimaknai sebagai kopi pembunuh. Sebutan itupun bukan tanpa alasan, karena dengan kadar kafein yang dimiliki kopi Sumsel memang lebih tinggi hingga terasa berat setelah meminumnya. Karakter kopi Sumsel inilah yang menjadi tantangan para peserta lomba pada Sriwijaya Kopi Festival di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) minggu (22/11) kemarin. Lomba yang belasam peserta yang rata-rata berprofesi barista kedai dan kafe kopi di Palembang itu berusaha mengubah karakter kopi Sumsel jadi lebih bersahabat. Di babak awal, seluruh peserta diuji bagaimana menyeduhkan kopi dengan cara manual atau tanpa alat bantu mencampur (blanding). Di babak ini, meski nampak amat sederhana, namun membuat kopi tanpa alat membutuhkan teknis dan kejelian menakar. Peserta yang berhasil akan melaju ke babak final. Di babak inilah, peserta pilihan diberi kopi Sumsel yang masih dirahasiakan asal daerahnya, unyuk diseduh menjadi minuman kopi yang lebih populer. Dikatakan Roaster sekaligus Juri Perlombaan, Riki Fermansyah jika kopi Sumsel pada dasarnya memang berkarakter berat. Kopi jenis ini banyak disukai oleh para maniak kopi dengam selera kopi berkafein tinggi. Tapi sayangnya, tidak seluruh peminum kopi menyukai jenis kopi tersebut. Karena itu, untuk mengenalkan kopi Sumsel, maka para barista harus berkreasi keahllian menyuguhkan kopi Sumsel agar bisa disukai banyak orang."Dari 11 peserta lalu dipilih enam peserta di babak kedua. Di babak final, peserta diminta menciptakan kopi Sumsel menjadi kopi latte dan espresso. Yang mampu menyuguhkan dua jenis kopi itu dengan rasa trbaik, akan jadi pemenang,"ujarnya disela-sela lomba.Ia mengatakan, kopi Sumsel dengan kafein tinggi membutuhkan teknik dan metode menyeduh yang khas. Tidak seluruh barista mampu mengubah kadar kafein itu dengan sempurna dan bercitarasa yang dapat diterima banyak orang. Selain itu, dengan permintaan konsumen yang makin beragam juga menuntut barista makin ahli menyuguhkan kopi berselera."Lomba seperti inilah yang mendorong agar barista bisa menghadirkan kopi lokal Sumsel agar dikenal dan berkelas"ujar Owner salah satu kedai kopi di Palembang tersebut.Ia menuturkan, meski Sumsel memiliki kebun kopi yang cukup luas dibandingkan perkebunan kopi di provinsi lain, namun belum juga mengubah masyarakatnya menjadi penikmat kopi atau sampai pada sebutan maniak kopi. Meminum kopi bagi sebagian masyarakat Sumsel baru hanya sekedar budaya sehari-hari."Masyarakat atau menikmat kopi di Palembang belum begitu bnayak, apalagi yang benar-benar mengenal kopi. Karena itu, meminum kopi nampak baru sebagai kebiasaan,"ujar ia.Saat ini, kata Riki, sebagian kecil masyarakat Indonesia dan dunia sudah memasuki gelombang keempat dalam mengenal kopi. Pengenalan meminum kopi bermula dari gelombang pertama di tahun 1871. Saat itu, para peminum kopi hanya meminum kopi dengan cara sederhana. Meminum kopi dengan mencampur kopi dan gula dengan perbandingan seadanya. Setelah perkembangan masyarakat makin dimanis di tahun 1971, atau seabad kemudian, meminum kopi sudah mengarah pada kebiasaan atau lifestyle keseharian."Itu kenapa setiap pagi atau malam setelah makam malam, mereka meminum kopi. Tapi tetap sama, penyeduhan kopinya masih sederhana. Mereka mengenal kopi dengan hanya beberapa jenis kreasinya,"ungkapnya.Lalu, baru di abad 20, para penyuka kopi menjadi kelompok maniak dengan mengkreasikan kopi dalam berbagai minuman campuran (mix). Percampuran kopi pada fase ini sudah lebih modern, dengan menggunakan alat pembuatan kopi yang canggih. Namun, perkembangan mengenal kopi trus berkembang. Pada fase yang dinamakan gelombang keempat, aktivitas meminum kopi lebih semacam aktivitas yang diselengi dengan ritual-ritual tertentu. Misalnya mencium aroma minuman kopi, mencicipi bubuk kopinya hingga mereka bisa komplain jika pesanan kopi mereka minta tidak sesuai dengan keinginan."Sayangnya, di Palembang baru masuk di gelombang ketiga. Beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Bandung sudah lebih maju di gelombang selanjutnya. Ini lomba barista pertama di Palembang, yang bertujuan agar geliat masyarakat minum kopi lebih maju,"ungkapnya.Salah satu Barista Palembang, Rangga menambahkan jika edukasi mengenal kopi di Sumsel sangat diperlukan. Selain mengubah strategi ekonomi pada industri kopi Sumsel juga mengajak masyarakat untuk lebih cinta meminum kopi. Salah satu yang mampu mengubah cara pandang masyarakat itu dengan menumbuhkan banyak barista-barista lokal yang berkualitas. Di Palembang saja, jumlah barista tidak terlalu banyak. Bahkan banyak barista yang berasal dari luar kota Palembang, seperti Jakarta dan Bandung."Edukasi mengenal dan akhirnya berubah menjadi maniak peminum kopi sangat diperlukam. Sumsel yang memiliki kopi khas harusnya bisa dikreasikan dan dipopulerkan melalui tangan-tangan barista"ujarnya.Salah satu peserta, Asep Imam Somanhudi mengatakan karakter kopi Sumsel memang khas. Karena itu mulai dari aktivitas menggiling, menyeduh hingga menyaring bubuk kopi menjadi lminuman membutuhkan perilaku khusus. Setiap barista memiliki teknik yang berbeda dan cendrung terus berkreasi dengan jenis kopinya."Akan tetapi untuk mengubah latte dan espresso butuh teknik yang disesuaikan dengan biji kopinya. Tiap barista ada pakem-pakem tersendiri,"ungkap owner kedai kopi CoffeePhile.
##sengaja blognya tidak nulis soal asap Sumsel.. cerita soal asap buat bahan buku Tasma saja,,,hiihi
Komentar
Posting Komentar